Cari Blog Ini

Selasa, 10 Januari 2012

Bahasa Indonesia, Pentingkah?

     Saat ini, kalau kita perhatikan pemimpin-pemimpin di Malaysia berpidato, sebagian besar gaya bahasa mereka sudah hampir serupa dengan gaya bicara pemimpin-pemimpin di Indonesia. Apalagi kalau kita ambil contoh tokoh Anwar Ibrahim. Gaya pidatonya sudah hampir tidak dapat dibedakan dengan gaya orang Indonesia. Malah kalau saya perhatikan gaya pidato orang Indonesia justru semakin buruk. Dalam pidato resmi banyak sekali diselipkan kosakata bahasa Inggris atau istilah yang keinggris-inggrisan.
     Fenomena lain yang juga menarik diamati adalah bahwa semakin ke timur maka bahasa Indonesia penduduk di wilayah Indonesia timur seperti Maluku, Papua justru lebih baik dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah barat. Bahasa Indonesia mereka secara murni diperoleh dari buku teks dan merupakan bahasa formal yang digunakan sehari hari.
     Rakyat kita di daerah umumnya tidak mengerti pidato-pidato yang disampaikan oleh orang-orang Jakarta. Misalnya saja untuk mengatakan bahwa argumen yang disampaikan oleh pak menteri tidak mengandung nuansa yang aspiratif dan tidak solutif. Itu maksudnya apa? Belum tentu rakyat kita mengerti. Namun itulah yang terjadi di Indonesia bagian barat terutama yang dekat dengan Jakarta.
Apakah ini gejala ketidak perdulian bangsa kita pada bahasa Indonesia? Sebenarnya tidak juga. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia juga sangat gencar didesak oleh bahasa Inggris. Saya banyak belajar bahwa ketika di antara kita sendiri masih diliputi banyak persoalan, tiba-tiba kita terjebak dengan keharusan menggunakan bahasa Indonesia dimana banyak sekali istilah yang belum disamakan atau dipadankan. Generasi muda kita tumbuh di bawah pengaruh bahasa Inggris yang kuat. Akibatnya, dalam dunia komunikasi yang serba cepat ini, ketika mereka diharuskan berkomunikasi dalam konteks bahasa Indonesia, mereka sering tidak ada waktu untuk berpikir karena tidak memiliki perbendaharaan bahasa Indonesia yang cukup. Akhirnya keluarlah bahasa yang campur aduk. Contoh yang paling mudah adalah, banyak sekali di antara kita yang tidak bisa membedakan antara isu dan problem. Padahal something that is problematic doesn’t mean an issue.
     Sebaiknya para generasi muda menyadari pentingnya menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi kalau mereka menjadi tokoh-tokoh politik, maka ketidak mampuan mereka berbahasa Indonesia akan menimbulkan kesenjangan mental dan jarak dengan rakyat Indonesia. Buat rakyat ini orang ngomong apa – di daerah mereka itu disebutnya bahasa orang jakarta – karena mereka tidak mengerti. Sebabnya berhati-hatilah.
     Sebagai pimpinan BTPN (Bank Tabungan Pensiunan Nasional) saya sering turun ke daerah-daerah di Indonesia. Sering saya harus bicara dengan penduduk lokal yang nilai pinjamannya hanya 5 juta rupiah dengan bahasa Indonesia tidak hanya yang baik dan benar tapi juga harus lebih pelan agar mereka mengerti. Tidak mungkin saya menggunakan istilah collateral atau credit worthiness dengan mereka.
     Saya kaget sekali ketika saya membantu gubernur Aceh, di Aceh Utara ternyata bahasa Indonesia saya tidak dimengerti oleh rakyat di sana. Saya harus membawa putera-putera Aceh untuk membantu saya menterjemahkan apa yang saya ingin sampaikan. Bahasa Indonesia yg kita bawa dari Jakarta ternyata sudah melangkah terlalu jauh. Jadi kalo mereka-mereka yang hidup di kota tidak menyadari adanya kesenjangan ini, maka mereka akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan rakyat di daerah.
     Sebagai ekonom saya menjadi obyek pengamatan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Mereka heran, mengapa Dorodjatun Kuntjoro-Jakti  dibawa-bawa ke konvensi melayu di Kuala Lumpur , atau bicara soal peradaban melayu di Riau. Akhirnya mereka menyadari karena saya mengajar mata kuliah perdagangam ekonomi, saya sangat memahami peranan bahasa indonesia sebagai lingua franca. Bahasa itu tidak statis, terus berubah saat dunia berubah. Saya kewalahan ketika saya harus masuk ke pembahasan tingkat falsafah ekonomi di S3, yaitu  Landasan Filsafat Pemikiran Ekomomi, apalagi Metode Ekonometri, karena faktor matematika yang lebih  abstrak, juga Faktor Analysis.
Contohnya, bagaimana kita menterjemahkan  ”A correlation does not necessarily to causation“?

Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Peradaban Dunia?

     Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu individu kepada individu lain atau lebih. baik itu secara lisan maupun tulisan. Pernyataan tersebut sangat benar dan sudah menjadi aksioma. Satu orang pun tidak ada yang akan membantah dengan pernyataan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa, baik menggunakan bahasa lisan, bahasa tulisan maupun bahasa tubuh. Bahkan saat tidur pun terkadang kita tanpa sadar menggunakan bahasa.
     Sebuah bangsa pasti memiliki bahasa, walaupun ada beberapa bangsa yang meminjam bahasa dari bangsa lain. Kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia sangat beruntung memiliki bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu Riau. Akan tetapi, sekarang bahasa Indonesia adalah bahasa Indonesia, dan bahasa Melayu adalah bahasa Melayu, dua bahasa yang serumpun tapi tidak sama. Bahasa Indonesia berkembang dengan sendirnya sesuai dengan aturannya, dan bahasa Melayu berdiri sendiri menuju perkembangannya. Setujukah Anda bila bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu?
      Kita sebagai pemilik bahasa Indonesia bukanlah bermaksud atau bersikap seperti “kacang yang lupa akan kulitnya”, melupakan bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. Mungkin tanpa bahasa Melayu, bahasa Indonesia tidak akan pernah ada. Akan tetapi, kita ingin memposisikan bahasa Indonesia pada posisinya, seperti yang telah termaktub dalam Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda mengikrarkan tiga hal yang sakral dalam sejarah dan proses kemerdekaan Indonesia, satu diantaranya adalah “Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Menjunjung berarti menurut, menaati dan memuliakan (KBBI). Menjunjung tinggi bahasa Indoensia, berarti menaati dan memuliakan bahasa Indonesia sebagai bahasa peratuan dan nasional Indonesia. Demikianlah sumpah yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi bangsa Indonesia pada tahun 1928. Bagaimana dengan pemuda-pemudi Indonesia sekarang??
     Melihat kondisi pemakai bahasa Indonesia sekarang, sepertinya cape deh harus menggunakan bahasa Indonesia yang berkelit dan selalu berpedoman kepada yang baik dan benar.
    Yang penting apa yang ingin kita sampaikan orang mengerti dan paham, mau pake bahasa campur aduk kek, saya mau pake bahasa Indonesia campur bahasa Inggris kek,campur lagi dengan bahasa daerah kek, toh yang baca juga paham. Cape deh, please dong jangan diperbesar masalah-masalah kecil kayaki gini”.
     Benar dan pantaskah bila kita sebagai pemilik bahasa Indonesia berasumsi demikian? Masyarakat Indonesia pada umumnya dwibahasawan. Akan tetapi, bukan berarti kita bisa seenaknya mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa lain tanpa mengindahkan aturan dan kaidah yang ada. Bersikap positiflah terhadap bahasa Indonesia, karena bahasa yang kita gunakan menunjukkan kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Jepang dan Prancis adalah contoh negara yang sangat taat dan menghargai bahasanya sendiri.

Pernahkah kita berpikir bahasa Indonesia esok akan menjadi bahasa peradaban dunia?
     Bukan hal yang mustahil bahasa Indonesia esok akan menjadi bahasa perdaban dunia, bahasa yang digunakan sebagai bahasa internasional. Dilihat dari struktur dan pembacaan bahasa Indonesia yang sangat sederhana, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang tidak sulit untuk dipelajari. Suatu bukti yang meyakinkan bila esok bahasa Indonesia akan menjadi bahasa peradaban dunia, lebih dari 50 negara di Dunia telah mempelajari dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai satu diantara mata pelajaran di sekolah mereka. Kita sebagai pemilik bahasa Indonesia harus banggga karena bahasa kita dipelajari bangsa lain. Mengapa kita harus belajar bahasa asing, bila bahasa kita kelak mampu menjadi bahasa Internasional dan bahasa peradaban dunia?
     Jawaban dari pertanyaan tersebut ada pada diri kita sebagai pemilik dan pengguna bahasa Indonesia. Kita harus konsisten dan bersikap positif terhadap bahasa Indonesia. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebenarnya tidak sulit, yang membuat sulit karena kita telah terbiasa dengan kesalahan yang ada dan selalu cape’ untuk mempelajarinya dengan segala kerendahan hati. Kita selalu beranggapan, “untuk apa mempelajari bahasa Indonesia, bukankah kita orang Indonesia yang secara otomatis mengerti menggunakan bahasa Indonesia”. Bilamana pendapat ini terus berkembang, pupus sudah harapan kita menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perdaban dunia.

Hidup bahasa Indonesia!

sumber :  http://netsains.com/2008/12/bahasa-indonesia-menjadi-bahasa-peradaban-dunia/

Minggu, 01 Januari 2012

Saya Mulai Hari Ini

     Minggu, 1 Januari 2012, saya wujudkan hasrat ini : membuat blog bertema bangga berbahasa Indonesia. Hasrat yang sudah lama saya endapkan.Hasrat untuk mengekspresikan betapa bangganya saya atas Bahasa Indonesia. Mungkin tidak terlalu menarik jika dibandingkan dengan tema lain seperti TIK apalagi "XXXXX". Namun setidaknya batin saya terpuaskan karena bisa menyuarakan atau yang lebih menyenangkan bisa berbagi informasi seputar Bahasa Indonesia. Dan, jika secara teknik tampilannya sangat sederhana serta sangat standar, mohon maklum. Sebab, saya memang tidak terlalu mahir dalam mengoperasikan komputer apalagi bahasa pemrograman komputer/internet.Tetapi tentu saja saya sangat tersiksa kalau hasrat ini hanya saya pendam. Jadi, walaupun keterampilan saya terbatas, setidaknya saya puas. Terimakasih jika berkenan untuk berkunjung.